Memotret Kerukunan Umat Beragama di Tiongkok (Catatan Pengurus FKUB Kota Medan)

Beberapa waktu lalu, delegasi ulama dan intelektual Sumatera Utara berkesempatan berkunjung ke Tiongkok untuk melihat dan memotret dari dekat kehidupan keberagamaan di Tiongkok, khususnya di Xinjiang, salah satu wilayah Tiongkok yang mayoritas penduduknya adalah suku Uighur yang beragama Islam. Rombongan yang berjumlah 19 orang ini diketuai oleh Rektor UIN Sumatera Utara, Prof. Dr. H. Nurhayati, M.Ag. dan didampingi oleh INTI, Dr. Indra Wahidin. Kunjungan berlangsung dari tanggal 29 Mei hingga 5 Juni 2026. Adapun kota-kota yang kami kunjungi adalah Zhengzhou, Xinjiang, dan Beijing. Dalam rombongan tersebut, Prof. Dr. H. Azhari Akmal Tarigan, M.Ag dan Prof. Dr. H. Muhammad Syukri Albani Nasution, M.A. yang merupakan pengurus MUI Kota Medan serta pimpinan UINSU Medan, juga merupakan pengurus FKUB Kota Medan. Dalam konteks kerukunan umat beragama, pelajaran dari Tiongkok menjadi penting dan niscaya.

Dalam catatan Akmal Tarigan, ada beberapa hal yang menarik dari Tiongkok. Pertama, apa yang disebutnya sebagai integrasi masjid dan negara. Menurutnya, negara hadir di rumah-rumah ibadah yang ditandai dengan berkibarnya bendera kebangsaan Tiongkok. Selain itu, di beberapa masjid Beida di Zhengzhou, misalnya, di museum tertulis dalam aksara Cina yang menggambarkan kecintaan terhadap negara sebagai bagian dari ajaran agama. Kedua, mereka sangat kuat memegang tradisi leluhur. Hal ini terlihat dari rumah-rumah ibadah yang berarsitektur Tiongkok, yang sekaligus menjadi pembeda dengan bangunan masjid di Timur Tengah. Berbeda dengan di Xinjiang, sepanjang dua masjid yang kami lihat, yaitu masjid dekat pasar dan masjid di Institut Islam Xinjiang, coraknya masih kental dengan nuansa Timur Tengah atau model Taj Mahal. Ketiga, Islam yang mereka tampilkan adalah Islam yang rasional karena mereka penganut mazhab Hanafi, juga sederhana atau mudah.

Akmal menegaskan, karena negara hadir di rumah ibadah, maka masjid tidak akan pernah mengambil sikap oposisi. Masjid tidak akan pernah menyuarakan kebencian terhadap pemerintah, tidak digunakan untuk mencaci dan menghina kepala negara. Bukan berarti tidak boleh menyampaikan aspirasi, informasi yang kami peroleh, umat Islam memiliki perwakilan di parlemen.

Sementara itu, Syukri Albani Nasution yang merupakan Sekretaris MUI Kota Medan menyatakan, dalam amatannya, umat Islam Tiongkok yang berjumlah kurang lebih 30 juta adalah umat Islam yang santun dan ramah. Hal ini terlihat ketika kami sampai di masjid-masjid, baik Beida di Zhengzhou maupun di Beijing, mereka, baik pengurus laki-laki maupun perempuan, menyambut kami dengan penuh suka cita. Sangat terasa bahwa mereka menyambut saudara yang datang dari jauh dengan penuh persaudaraan. Para delegasi semua merasakan sambutan yang hangat tersebut.

Menurut Syukri, tampilan keberagamaan mereka itu disebabkan oleh pemahaman dan pengamalan mereka terhadap ajaran-ajaran Islam. Mungkin ilmu mereka tidak luas, tetapi mereka meyakini amalan-amalan kecil yang akan menuntun mereka menjadi lebih efektif dan efisien. Cermin dari sikap beragama mereka adalah buah dari keyakinan dan pengamalan agama. Tidak mengherankan jika kehidupan beragama di Tiongkok sangat rukun, damai, dan saling menghargai. Hemat saya, itu adalah buah dari kesamaan pandangan hidup sebagai warga Tiongkok, saling menjaga dan menghormati. Jika ada masyarakat yang mencoba membuat masalah, pemerintah akan bertindak tegas terhadap hal tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *