Telp. 061-42011979
FKUB Kota Medan Tinjau Perwal 28/2021, Dorong Regulasi Kerukunan Umat Beragama yang Lebih Inklusif

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Medan menggelar workshop peninjauan Peraturan Wali Kota Medan Nomor 28 Tahun 2021 tentang Pedoman Penataan Kehidupan Beragama dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Jumat (14/11), di Miyanna Hotel Medan.
Workshop dibuka oleh Ketua FKUB Kota Medan, H. Muhammad Yasir Tanjung, S.Pd.I, yang juga bertindak sebagai narasumber. Acara ini menghadirkan Direktur Eksekutif SETARA Institute sekaligus Dosen Ilmu Politik FISIP Universitas Negeri Yogyakarta, Halili Hasan, M.A., serta Wakil Rektor I UIN Sumatera Utara yang juga Bendahara FKUB Kota Medan, Prof. Dr. H. Azhari Akmal Tarigan, M.Ag. Peserta kegiatan berasal dari berbagai organisasi keagamaan di Kota Medan.
Dalam sambutannya, Yasir Tanjung menegaskan bahwa Perwal 28/2021 memberikan mandat kepada FKUB untuk membantu Wali Kota dalam merumuskan kebijakan pemeliharaan kerukunan umat beragama, sekaligus memfasilitasi hubungan kerja FKUB dengan pemerintah daerah dan antarinstansi terkait. Menurutnya, tugas tersebut menempatkan FKUB sebagai simpul strategis dalam merawat harmoni sosial di tengah keberagaman.
“FKUB memiliki komitmen kuat untuk membumikan semangat toleransi dan kebersamaan di tengah masyarakat. Bersama Pemerintah Kota Medan, kami mengemban amanah untuk memperkuat toleransi. Urusan kerukunan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi tanggung jawab kita bersama,” ujarnya.
Sementara itu, Halili Hasan memaparkan empat isu kunci yang perlu menjadi perhatian dalam regulasi kehidupan beragama. Keempat isu tersebut meliputi penguatan tata kelola pemerintahan yang inklusif sebagai prinsip utama, transformasi pengaturan pendirian rumah ibadah, reformasi kelembagaan FKUB, serta pengarusutamaan inklusi penghayat kepercayaan dalam pengaturan pemeliharaan kerukunan umat beragama.
Halili menyoroti masih adanya kesenjangan antara norma hukum dan praktik di lapangan. Meski negara melalui putusan Mahkamah Konstitusi telah menegaskan kesetaraan antara agama dan kepercayaan, diskriminasi terhadap penghayat kepercayaan masih kerap terjadi. “Pembatasan hak-hak konstitusional penghayat kepercayaan masih muncul, salah satunya dipicu oleh regulasi dan kebijakan yang belum sepenuhnya inklusif,” jelasnya.
Pandangan kritis juga disampaikan Prof. Azhari Akmal Tarigan. Ia menilai bahwa Kota Medan, dengan jumlah penduduk sekitar 2,498 juta jiwa, hanya mengandalkan satu regulasi berupa Perwal 28/2021 untuk mengelola kerukunan umat beragama. Kondisi tersebut dinilai belum memadai, mengingat kompleksitas persoalan kerukunan di lapangan.
Menurutnya, FKUB kerap menghadapi persoalan nyata, seperti penggunaan gedung non-rumah ibadah sebagai tempat ibadah sementara. “Regulasinya masih terlalu sederhana. Terutama soal penggunaan rumah ibadah sementara. Karena itu, diperlukan aturan yang lebih jelas. Kemudian, ada juga persoalan terkait jumlah pengguna dan pendukung sebagai syarat rekomendasi pendirian rumah ibadah. Jika regulasi tidak memadai, basis apa lagi yang bisa dikedepankan untuk membangun ekosistem kerukunan di Kota Medan,” tegasnya.
Workshop ini diharapkan menghasilkan masukan substantif bagi perbaikan regulasi, sekaligus memperkuat peran FKUB dalam menciptakan kehidupan beragama yang inklusif, adil, dan harmonis di Kota Medan. (ATJ)


